Cadar

Pantai Sulamadaha, Ternate, Maluku Utara (Dok. Pribadi)



"Manusia ini ribuuut aja kerjaannya. Yang tahlilan lah. Yang cara nunjuk pas tahiyat lah. Mbok ya udah. Biarkan saja mereka dengan kepercayaannya," Dia meraih sepotong pisang goreng yang dibelah tipis-tipis, mirip keripik. Namanya pisang mulu bebe katanya.

"Biarkan gimana? Ya kalo emang bener dan yang lain salah kan tugasnya yang udah bener itu ngasih tahu supaya yang salah ikut bener," balas temannya. Di depannya ada segelas es kelapa muda dengan sirup merah muda.

"Hla emang yakin udah paling bener? Kan bisa aja yang lain juga ga salah."

"Terus, biarkan saja gitu?"

"Iyalah biarkan saja. Yang mau tahlilan ya monggo, yang nggak, ya nggak usah. Dan nggak usah ngotot maksain yang tahlilan buat nggak tahlilan. Pun sebaliknya."

Temannya mengangguk-anggukkan kepala. Aku yang sedang sibuk dengan sepiring pisang mulu bebe-ku sendiri hanya diam. Kedua mataku berusaha menikmati lautan yang sore ini ombaknya cukup besar.

"Sekarang ini makin banyak saja perempuan yang pakai cadar." Dia mulai berkomentar lagi setelah berhasil mengosongkan mulutnya dari pisang goreng.

"Iya memang. Baguslah," jawab temannya.

"Kok bagus? Apa bagusnya. Ini Indonesia, Kang. Bukan Arab. Ngapain pakai cadar segala?"

"Ya kan menghindari fitnah, Kang," balas temannya.

"Menghindari fitnah apa... Sok ke-arab-arab-an aja itu."

"Jadi, maksudmu perempuan tak perlu bercadar gitu?"

"Hlo, iyalah. Ngapain coba? Kan ga wajib! Wajah dan telapak tangan kan bukan aurat. Tak wajib ditutup."

"Tak wajib, tapi boleh kan ditutup? Lagipula, bukannya tadi kamu bilang terserah, ga boleh maksain pendapat. Jadi ya seharusnya ini juga terserah to? Mereka berhak memakai cadar atau tidak. Yang mau pakai ya monggo, yang nggak ya nggak usah. Gitu kan harusnya?"

"Ya tapi ini kan urusan beda..." Suaranya semakin lama semakin hilang, tertampar oleh kata-katanya sendiri yang baru dikembalikan si Teman.

Aku berdiri, membayar makananku lalu bergegas pergi, meninggalkan dua orang yang di antaranya mulai dihadiri hening yang kaku.


#Cadar
Ternate, 18 Maret 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil