Tahlilan

Bandara Sultan Baabullah Ternate, Maluku Utara (Dok. Pribadi)


"Tahlilan aja kok diributin. Mereka itu kan melakukan sesuatu yang baik. Mendoakan. Terus di sana kan mereka ngaji gitu."

"Tindakannya mungkin baik. Masalahnya tahlilan itu ga diajarkan sama Rasulullah. Rasulullah dan para sahabat ga ada yg tahlilan."

"Loh, kamu tau ga sih sejarahnya tahlilan? Ga tau sejarahnya kok komen."

"Aku kan cuma ngomong berdasarkan agama aja."

Lalu mereka melanjutkan obrolan itu. Diskusi. Argumentasi. Perdebatan. Entah kata apa yang tepat menggambarkannya. Aku yang duduk di dekat jendela, di sisi mereka hanya diam saja, pura-pura tak peduli tapi pasang telinga. Lalu dalam hati menertawakan mereka.

Yang satu baru kenal agama. Yang satunya sholat saja hanya dua kali sehari. Eh, berani berdebat masalah agama. Lucu sekali.

"Lucu sekali, kan?"

Aku menatap ke luar jendela pesawat, ke arah tanah yang baru saja diinjak roda pesawat yang mulai mendarat. Tak mengatakan apa-apa, hanya menyunggingkan senyuman, mencebik ke luar jendela, mengiyakan pertanyaan yang baru saja ditanyakan padaku.

Pramugari di depan sudah mengucapkan selamat datang. Lalu tak lama aku mulai berdiri, mengikuti dua orang yang masih saja meributkan soal tahlilan, sok tau soal agama.

Yang aku tak tahu, di belakangku setan terkikik senang. Bukan karena mereka dan perdebatan yang tak juga usai di antaranya. Tapi karena kesombongan yang membuatku merasa lebih baik dari mereka.


Ternate, 17 Maret 2018
#Tahlilan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil