Dzalim (2)

Agrowisata Amanah, Tawangmangu, Jawa Tengah (dokumen pribadi)


"Beneran, deh. Pemerintahan ini beneran dzalim. Harga-harga bahan pokok naik semua. Tambah mahal. Hidup tambah susah."

Kamu langsung menoleh padanya. Dia yang baru saja datang itu langsung berdiri di sisimu, ikut bersandar pada pagar pengaman.

"Dateng-dateng langsung ngomel. Kenapa, Cintaaa?"

"Ini, nih. Pemerintah. Dasar dzalim. Semua harga dinaekin. Dipikir rakyatnya ini orang kaya semua apa? Tiap mau lebaran kok kayak gini. Apa-apa mahal."

Kamu tersenyum lalu mengacak rambutnya. "Yang sabar," katamu.

"Sabar.. sabar. Ya masak suruh sabar terus. Udah gitu, sekarang susah lagi nyari pendapatan tambahan. Dulu kan kalo dapet tugas ke luar daerah, aku masih bisa dapet duit mayan. Dulu bisa minta bill hotel padahal nggak nginep di sana. Dulu travel bisa diajak kerja sama buat ngakalin harga tiket. Sekarang susah. Hotel-hotel pada ga berani bikin bill palsu. Travel juga ogah diajak kerjasama. Hah.. nyebelin. Padahal dulu... "

"Sttt.. Udah. Berhenti!" potongmu cepat sambil menegakkan tubuhnya. "Kamu denger ga sih barusan kamu ngomong apa?" tanyamu.

Dia mengerutkan dahi.

"Coba inget lagi kamu barusan ngomong apa. Terus pikir lagi, bener ga sih pemerintah yang dzalim? Atau, kamu sendiri yang sudah dzalim? Sudah pakai uang negara terus laporannya ga sesuai kenyataan? Sudah makan uang rakyat."

Dia terdiam.


Karanganyar, 2 Juni 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil