Rumah

Plosorejo, Sukoharjo, Jawa Tengah (dokumen pribadi)

.
.
"Dulu kita suka mandi di sumur itu," kataku.
.
Aku tersenyum sendiri. Ingatan tentang masa lalu itu kemudian datang bertubi-tubi.
.
Di dekat sumur itu dulu ada kamar mandi. Dua. Satu bilik berisi bak mandi cukup besar. Bilik satunya hanya bak kecil. Keduanya tak berpintu.
.
Sekarang sumur itu berdiri sendiri.
.
Pintu yang ada di dekat sumur itu mengarah ke dapur. Di sisi kiri, di bawah jendela, ada tungku berbahan bakar kayu tempat simbah biasa memasak.
.
Aku kemudian membayangkan lebaran di rumah itu dulu. Tak pernah sepi. Ada saja suara tawa dan canda. Ada juga suara simbah yang terdengar khawatir melihat cucu-cucunya berlarian ke sana ke mari. Teriakan simbah yang menyuruh kita makan, mandi.
.
Dulu.
.
Sekarang, di lebaran kali ini, rumah ini terlihat sepi. Sama juga di beberapa lebaran sebelumnya setelah simbah akhirnya memutuskan untuk tak lagi tinggal di sana.
.
Banyak yang sudah berubah. Ada anggota keluarga baru, tapi ada juga yang harus pergi, harus pulang. Ada yang beranjak dewasa, lalu punya kepentingan masing-masing. Punya hidup masing-masing. Banyak yang harus berubah.
.
"Banyak yang berubah."
.
"Kau rindu?" tanyamu.
.
"Masa lalu itu seharusnya memang menjadi masa lalu. Hidup kan harus selalu bergerak maju."
.
Kamu tersenyum. Telunjukmu bergerak cepat ke ujung mataku, menjemput air mata yang tanpa sengaja menetes.
.
"Tak apa merindu. Asal kita tak lantas berandai-andai memutar waktu dan mengembalikan semua. Atau berharap bisa mengubah apa yang ada di masa lalu."
.
Aku mengangguk dan tersenyum. Kamu melakukan hal yang sama, lalu menghilang.
.
Ada yang berubah. Ada yang pergi...
.
.
Solo, 16 Juni 2018
#rumah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil