Dosa

Pantai Parangtritis, Yogyakarta (dokumen pribadi)


"Coba lihat itu. Kayaknya mbaknya itu lupa pake celana," katanya sebelum kemudian terkikik pelan.

Kawannya berpaling ke arah yang dia tunjuk lalu kembali menoleh padanya dengan bingung.

"Itutuuh.. Lihat mbak-mbak yang itu. Perhatiin deh. Celana yang dia pake itu kan celana daleman. Legging kan seharusnya dipakai di dalam. Masak dia pakai di luar. Menunjukkan lekuk kakinya, mangundang syahwat. Bisa bikin dosa jariyah," lanjutnya pelan.

Kawannya mengangguk-angguk. Tak terlihat terlalu peduli.

"Ah, mas-mas yang itu asap rokoknya tebel banget. Mana ngerokok di tempat kayak gini. Bikin ga asik aja. Apa ga ngerti sih kalo rokok itu haram. Dosa tauk."

Lagi-lagi kawannya tak terlihat terlalu peduli untuk menanggapi.

"Eh eh. Kamu udah lihat belum video yang lagi viral? Yang jamaah salat tarawih cepet banget? Yang baca aamiin-nya kayak lagi maen-maen? Heran loh aku. Padahal kan jelas-jelas diperintahkan buat salat dengan tumaninah. Ga boleh salat kayak ayam lagi matukin makanan gitu. Ga sah itu salatnya. Ga bakal diterima itu salatnya. Iya, kan?" katanya lagi.

Kawannya, masih saja seperti tadi, seolah tak peduli.

"Kita ini aneh ya, Mbak," celetuk bapak penjual ronde yang sedari tadi ikut mendengarkan pembicaraannya.

"Aneh gimana, Pak?" tanyanya.

"Kita sibuk ngurusin nerakanya orang lain sampai lupa kalo kita mulai semakin jauh dari kesempatan mendapatkan surga kita sendiri."

Dia mengerutkan kening. Sama denganku.

"Iya," lanjut si Bapak. "Kita ngurusin dosanya orang. Ini dosa, itu haram tapi ditelan, tapi kita lupa kalo ngomongin orang itu juga dosa, nyerap dosanya orang yang diomongin lagi. Apa namanya kalo bukan menjauhkan surga kita sendiri?"

Wajahnya berubah malu. Dua lembar lima ribuan langsung tersodor ke bapak penjual ronde sebelum kemudian dua orang itu berlalu.


Sukoharjo, 11 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil