Jam Kerja

Baron, Surakarta (dokumen pribadi)


"Kantor kita ini aneh, ya? Kantor lain loh jam kerjanya dipotong dua jam selama Ramadan." Aku melongok keluar jendela, memandangi pegawai kantor sebelah yang saling mendahului keluar dari tempat kerja mereka.

"Dinikmati aja. Kalo mikirnya gitu, nanti jadi susah loh ikhlasnya," jawabmu dari balik layar komputer.

"Tapi kan ga adil, Mbak. Mereka bisa dapet pahala lebih banyak dari kita dong nanti... Waktu mereka di luar kantor lebih banyak daripada kita. Artinya waktu yang mereka pakai buat ibadah pastinya lebih banyak. Kesempatan mereka cari pahala lebih banyak."

"Ibadah?"

"Iya. Pagi mereka bisa ikut kajian subuh dulu sebelum ke kantor. Terus sorenya pulang kantor masih ada banyak waktu buat baca Qur'an."

"Kita juga bisa, kok."

"Mana ada?" celaku.

"Lah kan deket kosan kita kajian subuh selesai jam setengah 6. Kita kerja jam 7.30 loh. Masih sempet banget ikut. Kita jam 16.30 sudah pulang. Masih sempet ngaji sebelum magrib. Atau kalo ga ya setelah tarawih. Siang pas istirahat habis duhur juga sempet."

"Tapi kan ribet, Mbak."

Kamu berhenti mengetik lalu menyembulkan kepala di atas layar komputer.

"Sebenernya ini ngiri karena ibadahnya atau karena jam kerja?" tanyamu dengan nada menggoda.

Aku tak menjawab. Ketahuan belangku sekarang.

"Jangan lupa. Kerja itu juga bisa dijadikan ladang pahala, loh. Kan kerja juga ibadah. Ya tapi, ada syaratnya."

"Ikhlas." Aku menjawab dengan cepat dan pendek.

"Nah itu tahu. Perbaiki niat, Dek. Biar ga sia-sia itu capekmu waktu kerja. Biar dapet pahalanya juga."

"Siaaaaap," kataku sambil kembali ke meja kerja.

Lalu suara ketikan di depan komputermu kembali terdengar.


#jamkerja #30CeritaRamadan2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil