Tumpah

Mom Milk Jebres, Surakarta, Jawa Tengah (dokumen pribadi)


"Masak semalem kamar sebahku masih salat malem. Padahal dia sudah ikut tarawih dan witir bareng aku di masjid." Dia berkata sambil menikmati makan malamnya.

"Ya gapapa," balas kawannya sambil menyeruput susu hangat dari dalam gelas.

"Ya ga bisa, lah! Kan udah witir. Witir itu kan salat penutup. Masak udah ditutup kok salat lagi!"

"Boleh kok salat malam lagi. Tapi, ..."

"Kamu ini kayak yang udah ahli agama aja. Aku tuh yang bilang guru ngajiku dulu. Kalo udah witir itu udah ga ada salat lagi. Ga usah ngeyel, deh."

Kawannya tak berkomentar, hanya mengangguk-anggukkan kepala paham.

"Aaah.. tumpah. Pasti kebanyakan tadi nih pegawenya ngisiin gelasnya."

Kawannya masih tak berkomentar apa-apa. Justru, seorang laki-laki yang semenjak tadi duduk di belakang mereka tiba-tiba berdiri dan mendatangi dia yang sedang mengelap meja.

"Manusia juga kayak gitu, Mas. Kalo gelasnya sudah penuh, sudah ga bisa lagi diisiin. Pasti tumpah dan sia-sia."

Dia dan kawannya mengerutkan kening. Bingung dengan kehadiran laki-laki asing yang tiba-tiba itu, juga dengan komentar yang tak diminta itu.

"Iya. Kalo kita merasa sudah paling pandai, paling mengusai ilmu, biasanya memang susah menerima nasihat. Jadi sia-sia karena nasihat seperti apa pun tak akan bisa diterima. Hati-hati, Mas. Ada loh penyakit hati namanya ujub. Satu dari tiga perkara yang dapat membawa kebinasaan."

Lelaki itu tersenyum, lalu melangkah cepat ke arah pintu keluar.


#tumpah #30CeritaRamadan2019
Sukoharjo, 20 Mei 2019

Komentar

Essen Ikan Tawes mengatakan…
Thanks for sharing ,.

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil