Tak Ada Bedanya

credit: LegasC (https://stock.adobe.com/)


Kapan hari seorang kenalan bercerita dengan penuh emosi tentang bagaimana sakit hatinya ketika orang asing menuduhnya tak becus mengurus anak. Katanya, "Dia loh tak kenal, seenaknya saja bilang kalau anakku terlambat bicara karena aku terlalu sering main hape dan tak peduli pada anakku!". Kedua matanya berkaca-kaca, lalu bercerita dia tentang isi kepalanya, tentang bagaimana seharusnya sesama orang tua itu seharusnya saling mendukung, bukannya menjatuhkan. Tapi, lantas tak berselang lama, bercerita lagi dia tentang temannya. Begini katanya, "Anaknya si itu tuh habis masuk rumah sakit gara-gara ada infeksi di saluran kemihnya. Kok bisa, loh! Padahal anak dia itu normal, anak sehat yang nggak butuh perhatian khusus. Bisa-bisanya sampai kena infeksi. Males sih dia ngurusin anak. Waktunya habis untuk main hape saja!".

Ah, ternyata sama saja.

Kapan waktu seorang ibu mencak-mencak karena tetangga bilang anaknya tak cantik. Tak terima dia. Katanya, "Enak saja dia bilang anakku tak cantik! Kaya anak dia yang udah paling cantik saja!". Tapi, lantas tak lama kudengar dia membicarakan anak tetangga yang lain. Begini katanya, "Kalau anak keduanya pak anu itu jelek. Sudah hitam, gendut, keriting pula rambutnya.". Saat diingatkan untuk tak berkata seperti itu, dia melakukan pembelaan begini, "Lah kenyataannya memang jelek, kok. Coba bandingkan sama anak pertamanya. Jauh, kan? Anak pertamanya ganteng, putih. Nggak kaya adiknya."

Halah, ternyata tak berbeda.

Beberapa kali juga kudengar tetangga membela anaknya yang sudah lama menikah tapi belum juga punya anak. Alasannya banyak. Mulai dari pernikahan jarak jauh di mana anak dan menantunya harus berpisah kota karena pekerjaan, pun pandemi yang membuat mereka semakin sulit bertemu. Tapi, alasan yang paling kusuka dan menurutku paling benar adalah bahwa anak itu adalah rezeki dan rezeki sudah diatur oleh Tuhan, bahwa cuma Tuhan yang tahu kapan datangnya. Tapi, lantas kudengar tetanggaku hari itu berseloroh tentang anak kawannya yang belum juga punya anak padahal sudah lama menikah. Begini katanya, "Wah berarti kurang pintar itu, kalah pintar sama adiknya. Masa adiknya baru nikah setahun sudah hamil, kakaknya malah belum."

Hmm, serupa.

Merasa disakiti dan membela diri, tapi ternyata menyakiti yang lainnya dengan cara yang tak berbeda. Selalu bilang bahwa Tuhannya tak tidur setiap kali merasa orang lain sudah membuat luka di hatinya, tapi lantas seolah hanya bisa ingat bahwa Tuhannya maha pengampun saat dia ganti menyayat hati orang-orang di sekitarnya.

Duh, jangan-jangan aku juga sama, ya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil